Oleh Rahmad Nuthihar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring yang terdapat pada laman http://kbbi.kemdikbud.go.id memuat 818 entri yang berasal dari bahasa daerah atau bahasa asing. Bahasa daerah atau bahasa asing yang sudah menjadi ‘warga’ KBBI sudah sah menjadi kosakata bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan proses penyerapan kosakata bahasa daerah/asing melalui proses pengadaptasian sesuai dengan kaidah kebahasaan seperti penyesuaian ejaan.
Menyebut kosakata bahasa Indonesia miskin seperti yang dikata oleh kreator konten yang viral beberapa waktu lalu, saya rasa terlalu naif. Apalagi jika yang bersangkutan merupakan warga negara Indonesia yang lahir dan dibesarkan dalam pergaulan menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai kreator konten seharusnya berperan sebagai garda terdepan untuk menyumbangkan entri dalam KBBI agar perbendaharaannya semakin banyak. Hal itu dimungkinkan karena laman KBBI terbuka pengusulan kosakata dari masyarakat umum.
Entri KBBI yang berasal dari bahasa daerah ataupun bahasa asing dikategorikan dalam integrasi. Proses integrasi ini melewati tahapan pengadopsian, pengadaptasian, ataupun penerjemahan. Pengadopsian merupakan langkah yang jarang digunakan agar entri bahasa asing/bahasa daerah terdapat dalam KBBI. Pengadopsian ini mengambil secara utuh entri suatu bahasa tanpa perlu disunting. Misalnya, dalam bahasa Aceh terdapat kosakata berupa blet. Entri blet masuk dalam KBBI diadopsi secara utuh tanpa penyuntingan dari bentuk penulisan ataupun makna.
Pengadopsian kosakata bahasa daerah/asing dilakukan dengan menyesuaikan entri suatu bahasa dengan kaidah bahasa Indonesia. Adopsi ini bisa dalam bentuk penulisan ataupun dari segi makna. Misalnya, kosakata bahasa Aceh berupa keumamah. Ketika diadopsi dan termuat dalam KBBI menjadi kemamah yang bermakna.
Proses penerjemahan dilakukan dengan menerjemahkan kosakata bahasa daerah/asing ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya, masyarakat Indonesia dahulunya sering mengatakan selfie untuk akronim dari bahasa Inggris berupa (self image). Akan tetapi, peran dari kolumnis Kompas André Möller mengusulkan entri berupa swafoto.
Proses integrasi bahasa daerah/asing dalam KBBI haruslah memenuhi empat syarat utama, yakni (1) unik, (2) aktif digunakan, (3) eufoni, dan (4) seturut kaidah. Kosakata yang unik merupakan kosakata yang tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia sehingga untuk mewakili makna tersebut haruslah diintegrasi dari bahasa daerah. Misalnya, kelapa yang sudah dilubangi tupai disebut boh leping yang merupakan kosakata dari bahasa Aceh.
Aktif digunakan merupakan syarat mutlak sebab tidak mungkin ketika kosakata tersebut diserap tetapi tidak lagi digunakan sehingga menjadi arkais. Sebagai contoh, pada saat provinsi Aceh pernah dilanda ‘demam’ batu akik terdapat istilah berupa giwang untuk menunjukkan kualitas dari akik tersebut. Akik yang bergiwang akan dihargai dengan rupiah yang sangat tinggi. Pada waktu itu, giwang belum ada dalam KBBI. Penulis selaku warga Aceh mengusulkan entri tersebut dan telah diintegrasikan dalam KBBI sehingga makna polisemi giwang pada entri KBBI adalah penampakan bias kilau dinamis yang mengapung di permukaan batu akik jenis tertentu, seperti giok solar, solar madu, dan lavender.
Eufoni merupakan kombinasi bunyi yang dianggap enak didengar. Jika merujuk pada artikel yang diterbitkan oleh Badan Bahasa, eufonik ini merupakan mensyaratkan sebuah entri mudah dilafalkan oleh oleh penutur bahasa Indonesia dengan beragam latar bahasa ibu. Misalnya, dalam bahasa Aceh ataupun Sunda terdapat fonem /eu/ diubah menjadi /e/. Hal ini terlihat pada entri dari bahasa Aceh yang dalam bahasa Aceh disebut peucicap tetapi ketika diserap dalam KBBI menjadi pecicap dengan makna upacara tradisional untuk mengenalkan bayi pada berbagai jenis makanan dengan mencicipinya.
Setelah tiga syarat berupa unik, aktif, dan eufoni, terpenuhi, syarat terakhir adalah seturut kaidah. Syarat seturut kaidah merupakan syarat mutlak entri bahasa daerah/bahasa asing diterima. Seturut kaidah yang paling dasar adalah penulisan entri tersebut harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan Edisi V (EYD V).
Pembentukan Satgas
Perbendaharaan kosakata dalam suatu bahasa sangat dinamis. Kemunculan kosakata baru dan aktif digunakan secara masif haruslah diimbangi dengan gerakan cepat dari tim redaksi KBBI. Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) diharapkan menetapkan satuan tugas (satgas) yang bergerak cepat untuk menangani istilah ataupun kosakata bahasa daerah/asing yang populer dan masif digunakan dan entri tersebut belum terdapat dalam KBBI. Selain itu, adanya satgas ini diharapkan menjadi filter masuknya istilah asing dalam bahasa Indonesia yang belum disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia
serta memberikan alternatif bagi pengguna bahasa Indonesia terkait padanan entri tersebut dalam bahasa Indonesia. Hal ini juga didukung karena bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNESCO (Kompas).
Menurut catatan penulis, hal ini pernah terjadi ketika struktur organisasi Kemdikbudristek menetapkan vokasi sebagai Direktorat Jenderal (Dirjen). Saat itu Dirjen Vokasi terbentuk, kata vokasi sendiri belum ada dalam KBBI. Penggunaan entri bahasa Inggris dan Indonesia ‘gado-gado’ juga pernah terjadi pada lembaga pemerintah non-kementerian Basarnas (akr Badan Search and Rescue Nasional yang kemudian diubah menjadi BNPP (tidak ada dalam KBBI) melalui Perpres Nomor 83 Tahun 2016. Hal ini dilakukan salah satunya setelah mendapat kritikan dari dari Megawati Soekarnoputri. “Kenapa SAR? Search and Rescue. Itu pakai bahasa Inggris. Itu gado-gado namanya. Maunya apa?” Kompas.
Terakhir, bahasa Indonesia merupakan mata kuliah wajib pada perguruan tinggi sesuai dengan amanat dari Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Harapannya, hal ini didukung dengan memberikan ruang bagi dosen dengan menambahkan list program studi S-3 Pendidikan Bahasa Indonesia melalui jalur Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Kemdikbudristek. Fornasi beasiswa dosen harap dibuat dalam satu slot tertentu tanpa dibedakan antara dosen dari perguruan tinggi vokasi atau akademik. Khususnya dosen bidang bahasa Indonesia tidak hanya terdapat di perguruan tinggi akademik tetapi juga terdapat pada perguruan tinggi vokasi. Semoga dengan diberlakukan hal ini, semakin banyak dosen berkualifikasi S-3 yang memberikan kontribusi terhadap perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan misi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo—Gibran “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas”. Semoga entri KBBI kian bertambah yang berasal dari bahasa daerah!