Bahasa hukum adalah fondasi kerja yang esensial bagi para praktisi hukum, menggabungkan aspek hukum dan linguistik untuk menyampaikan informasi terkait hukum dan fakta yang relevan dalam penerapan hukum.
Meskipun Indonesia berlandaskan hukum, pemahaman terhadap bahasa hukum belum merata di masyarakat. Banyak yang menganggapnya kompleks, padahal produk hukum seperti undang-undang berlaku bagi semua, termasuk yang tidak memahami bahasa hukum.
Menurut Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Saldi Isra, tantangan utama bagi lulusan hukum adalah kemampuan berkomunikasi dan menulis dengan bahasa yang bisa dipahami oleh semua, tidak hanya sesama profesional hukum. Saat ini, stigma terhadap lulusan hukum seringkali terpaku pada kecenderungan mengungkapkan pasal-pasal hukum secara kaku, sulit dimengerti oleh orang awam.
Transformasi bahasa dari yang rumit menjadi lebih sederhana bagi non-ahli hukum menjadi tantangan tersendiri bagi penulis berlatar belakang hukum. Banyak buku hukum sulit dicerna pembaca karena kurangnya usaha dalam menyampaikan informasi dengan lebih sederhana dan jelas.
Menurut Prof. Saldi Isra, menulis adalah keabadian, dan ia mendorong agar penulis, terutama di era teknologi saat ini, untuk terus menulis dan mempertahankan kualitas penulisan. Ia khawatir bahwa perkembangan teknologi, terutama kehadiran kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), akan mengurangi kemampuan menulis seseorang secara signifikan.
Mahkamah Konstitusi (MK) secara konsisten menerbitkan buku setiap tahun sebagai upaya mendorong Hakim Konstitusi dan pegawai MK untuk terus menulis. MK berencana mendirikan perpustakaan sendiri untuk mendukung transformasi ini, menjadikan MK sebagai pusat pengetahuan hukum.
Selama empat tahun terakhir, MK telah menerbitkan 150 buku, dan optimis akan meluncurkan lebih banyak lagi buku setiap tahunnya sebagai upaya untuk terus berinovasi dan menyebarkan pengetahuan hukum.
Sumber: Hukum Online